Menulis itu Mengobati Rasa Sakit


Seorang teman berujar, "bagi saya menulis itu mengobati rasa sakit." Karena itu, kata dia lagi, "Saya sering menulis ketika rasa sakit itu datang." Lalu, benarkah menulis itu mengobati rasa sakit? Ya, menulis seperti terapi. Dengan menulis, seseorang bisa lega. Ia bisa mengobati rasa sakit dan traumatik. Menulis mendorong seseorang untuk bercerita masalahnya lewat kata-kata. Ia bisa menulis puisi. Menulis cerpen, bahkan novel. Ia juga bisa menulis karya ilmiah, seperti opini atau jurnal ilmiah.

Ada beberapa yang perlu diperhatikan agar menulis bisa benar-benar menjadi pengobat rasa sakit.

1. Carilah tema yang benar-benar membuat kita merasa lega, merasa terobati. Tema yang spesifik sangat membantu kita dalam mengelaborasi ide-ide menulis. Hal-hal yang tematik akan memudahkan dalam menyusun kata-kata ketika kita akan menulis.

2. Siapa target yang akan menjadi objek tulisan kita. Ini juga perlu kita tentukan sendiri. Dengan tahu siapa objek yang menjadi sasaran kemarahan, kekesalan, kegelisahan, dan keresahan sangat membantu dalam menyelesaikan sebuah tulisan. Tumpahkan kemarahan kita kepada objek tadi dalam bentuk tulisan. Namun, jika tulisan itu akan kita publikasikan, mesti berhati-hati, jangan sampai berbalik arah karena dinilai melanggar norma hukum, yang berlaku.

3. Membuat wadah untuk menulis. Ketika era digital belum masif seperti sekarang ini, seseorang lebih banyak menulis di buku. Ya, buku diari. Di buku itu, seseorang bisa berkeluh kesah tentang perasaannya. Dia bisa menulis dalam bentuk apa saja, bahkan menggambar komik.

Orang-orang beralih ke komputer, bahkan berbasis android. Ia menyimpan file-file dalam sebuah folder tertentu, yang isinya berupa tulisan-tulisan. Itulah diari digital. Sebagian akan dipublish pada laman-laman media sosial, sebagian disiapkan untuk sebuah buku. Tinggal kita memilih, apakah mau diumbar di media sosial atau disiapkan untuk sebuah karya memorial bernama buku. []
LihatTutupKomentar