Menulis itu Terapi yang Menyembuhkan Pikiran


Pernahkah anda galau? Menulis bisa menjadi terapi yang baik untuk mengobati rasa galau itu. Kok bisa? Ya, bisa dong. Bagaimana caranya? Mau tahu atau mau tahu banget? Ya, menulis memang bisa menjadi alternatif untuk mengurangi stress dan depresi. Anda bisa mencobanya. Misalnya, ketika ditinggal saat sedang sayang-sayang. Tentu saja, tidak menulis dengan kata-kata yang tidak pantas. Apalagi kalau nanti dipublikasikan di weblog.

Jadi, menulis seperti kita sedang mencubit orang tetapi orang tersebut tidak merasa sedang dicubit. Pilihlah diksi yang tidak membuat orang tersinggung. Sangat bagus, kalau kita bisa memilih diksi yang bikin orang lain tertawa. Sebab, ada yang senasib dengan kita, yang butuh penghiburan juga.

Tema apa yang tepat untuk terapi menulis? Ah, semua tema tepat. Tergantung kita sukanya menulis apa. Kalau anda suka menulis puisi, tulislah puisi. Tetapi, kata Sapardi Djoko Darmono, "Jangan menulis puisi kalau sedang marah." Tak hanya puisi, kalau senang menulis panjang, bisa bikin cerpen atau novel. Kan, bisa curhat tentang isi hati kita pada novel atau cerpen itu. Tidak ada salahnya, toh. Biarkan pembaca berprasangka dengan persepsi liarnya. Bisa jadi, itu hal yang mengena bagi dia, karena juga mengalami hal yang sama.

Menulis sebagai terapi itu lebih pada mencari wadah untuk mengungkapkan perasaan. Ada beberapa orang yang senang curhat dengan sahabat, orang tua, atau bahkan guru konselingnya. Tetapi ada yang ragu mau curhat, khawatir bocor ke orang lain. Nah, mengungkapkan semua perasaan lewat tulisan itu bisa membuat seseorang menjadi lega. Plong.

Mengapa menulis? Menulis itu menyelami pikiran kita. Memang tidak bisa dijadikan indikator untuk solusi bagi persoalan yang kita hadapi. Kekuatan terapi menulis ada pada pikiran penulisnya. Dia tidak bersubyek pada kertas atau hasil tulisannya.

Dengan menulis, kita bebas bercerita tentang apa saja, tanpa ada yang menyela. Menulis menjadikan media tulisan sebagai pendengar setiap segala masalah kita. Seseorang bisa menangis ketika menulis. Bisa tertawa saat menulis. Bahkan, bisa marah saat menulis. Karena menulis itu membawa imajinasi terbang.

Bagaimana bro? Mari kita menjadikan kegiatan menulis sebagai terapi bagi jiwa. Tak peduli, apakah kita sedang senang, sedih, marah, kecewa, atau bahkan sedang depresi. Karena menulis itu terapi yang membuat lega. [db]

LihatTutupKomentar